Pada prinsipnya, sebagai orang tua saya selalu bilang sama anak-anak, “dalam
bergaul jika mentalmu sudah kuat, silahkan bergaul dengan siapa saja,
toh dunia ini luas dan banyak karakter manusia yang menempatinya. Tetapi
jika mentalmu masih labil, sebaiknya seleksi baik-baik mana pergaulan
yang membawa kepositipan untuk hidupmu mana pergaulan yang bisa membawa
kamu dalam keterpurukan, itu harus benar-benar diseleksi.!”
Kita tidak bisa membatasi harus bergaul hanya dengan orang sukses dan
menghindari bergaul dengan pecundang yang gagal, ada sisi baik yang bisa
kita ambil dari bergaul dengan seorang yang sukses, yaitu kita akan
bisa mendapat tip-tips kesuksesan jika kita mampu mengambilnya, dan kita
juga bisa menghindari penyebab kegagalan seorang pecundang jika kita
mampu mengetahuinya, hal ini bisa kita dapatkan hanya dengan bergaul
akrab dengan mereka.
Tetapi kita harus punya mental yang kuat untuk bergaul dengan orang yang
punya kebiasaan negative, seperti merokok, jangan coba-coba bilang, Lha
saya ini ngak bakal tertular ikut jadi perokok, jika mental kita belum
kuat. Karena sesuatu yang buruk lebih cepat menular daripada yang baik,
(maaf perokok, bukan maksud saya mengatakan, anda semua buruk, tapi
memang dari segi kesehatan, kita tidak bisa menyangah, bahwa kebiasaan
merokok itu buruk untuk kesehatan) Saya merasa beruntung, ketiga anak
saya tidak merokok, karena mereka melihat betapa sengsaranya akhir hidup
sang ayah yang mantan perokok berat, menderita sesak nafas parah karena
kerusakan paru-paru.
Awas bahaya salah pergaulan!
Hari ini saya lihat status Face book anak bungsu saya yang menulis “Mental & perilaku manusia 100% terbentuk dari lingkungan hidupnya… Bukan dari statusnya ataupun orangtuanya”.
Hahaaaa tanpa sadar saya tertawa, ternyata sibungsu bisa menuliskan hal
ini, berarti ada hal positif yang dia sudah dapat dari pergaulannya.
Saya ingat ketika dia duduk di kelas TK, baru beberapa minggu sekolah,
tahu-tahu dia punya kebiasan baru yaitu memasukkan jari jempolnya
kemulut dan asyik mengemutnya. Saya heran, Lhaaa kamu koq sekarang
ngemut jempol, saya bertanya heran.
Anak itu menjawab “iya, aku suka, enak sih kayak si Bembem temanku”
Saya coba selidiki kesekolahan, ternyata yang dipangil si Bembem ini
teman sebangkunya, dan anak tsb mempunyai kebiasaan, mengemut jempol
sejak bayi dan terlihat ujung jempol tangannya sudah agak mengecil tanda
betapa seringnya dia ngemut.
Kita tidak mungkin meminta ibu guru mengeluarkan anak yang berpengaruh
buruk pada anak kita, jalan sederhana yang minta hanya minta anak kita
dipindahkan duduknya, tetapi jalan terbaik adalah, menghentikan anak
kita melihat dan meniru kelakuan buruk temannya itu, dengan jalan pindah
kelas atau sekalian pindah sekolah.
Itu cerita anak TK, sekarang cerita orang dewasa, banyak dari kita jadi
ikut-ikutan untuk meniru teman sepergaulan, ada teman hobi belanja, ya
lama-lama karena tiap hari ikut nemanin maka lambat laun, satu atau
banyak kita juga jadi sering belanja, bahkan hal yang tidak perlu,
terkadang kita membelanjakan uang kita hanya untuk ‘lapar mata’ aja.
Dalam dunia pergaulan jaman sekarang, ada pergaulan dunia maya, seperti
kita semua sudah tahu dan menjadi warganya, sebagai contoh, dalam salah
satu komunitas maya, kami (beberapa anggota) dibuat terheran-heran, ada
anggota yang tadinya, tutur katanya selalu lembut, memakai kalimat sopan
santun sebagai orang Jawa yang terkenal halus budi pekertinya,
tiba-tiba menjadi penghujat berkata dalam bahasa ala preman, kasar dan
diluar kontek, hal ini terjadi karena kita sebagai sesama warga, melihat
dia setiap hari bergaul akrab dengan orang yang mendapat gelar ‘pembuat
onar’ dari komunitas tsb. Mungkin ini yang dimaksud kalimat dalam
status anak bungsu saya itu, 100% tidak lagi bisa ditawar, bahwa
karakter kita dibentuk oleh pergaulan.!
Jelas sebagai masyarakat, Dalam dunia pergaulan kita tidak boleh hanya
menilai seseorang hanya berdasarkan sisi luar yang kita lihat. Tetapi
satu hal yg harus dingat semua manusia itu ada sisi baik dan buruknya,
kalau dia lagi jadi sahabat/teman kita sisi baiknya yang kita dapat,
tapi begitu egonya menjadi tembok pemisah maka sisi buruknya yg kita
dapat. Berdasarkan hal ini, sebaiknya kita tetap punya prinsif, jaga
kehati-hatian, jangan sembarangan membocorkan rahasia pribadi, agar
tidak merugikan diakhir pertemanan. Manusia mudah berubah sifat, nanti
dia baik, nanti dia jahat, maka hati-hatilah.
teman saya memberi nasihat, walaupun kita punya sifat sennag jadi orang
terbuka, tapi dalam pergaulan jaman sekarang, mending hati-hati.
Tidak jarang seseorang yang tadinya baik, dia banyak memberi masukan
sampai kita simpatik dengannya, dan menaruh kepercayaan untuk
mencurahkan banyak hal pribadi padanya, Tetapi sejalan dengan waktu, dia
berubah menjadi penyebar ‘aib’ yang berdasar dari file-file lama yang
kita percayakan padanya. Walaupun kita tahu, ‘aib’ yang dia sebar
bukanlah suatu perbuatan tercela kita, tetapi tetap saja itu merupakan
‘cerita’ yang seharusnya milik komunikasi antar dia dan kita, dan
masyarakat luas tidak perlu tahu.
Dalam dunia pergaulan ada kode etik tak tertulis, yaitu kesetiakawanan,
yang mana tidak perlu kita harus jadi teman baik untuk menjadi ’setia’
pada kode etik tersebut, cukup pernah sepergaulan saja dengan seseorang
atau kelompok, tapi kita tau sedikit ‘cerita’ tentang seseorang atau
kelompok tsb, kita sudah harus menjalankan kode etik ‘kesetiakawanan’,
yaitu ‘jangan membuka rahasia orang lain yang kita tahu’ apalagi
bergosip untuk memberi makan ego kita sendiri, merasa paling ‘bersih’,
seolah sikap kita selama hidup tidak ada yang bercela. ini penyakit yang
bisa siapa saja menjadi penderitanya, tak terkecuali orang beken, orang
kere atau orang berpendidikan, bahkan anak-anak atau dewasa, bisa jadi
penderita sindrom merasa jadi “orang paling……, paling…..” tapi dikatakan sebagai orang paling nyebelin/menyebelkan pasti ogah hahaaaaaaa
Kode etik ‘Kesetiakawanan’ seorang teman bukan saja diwaktu kita
bersama, tetapi ketika putus pertemananpun, sebagai mantan teman, lebih
baik kita belajar, mendoakannya untuk selalu sehat, bahagia dan
sukses.! Menurut saya apa salahnya kita mendoakan orang yang pernah
mejadi teman bahkan sahabat kita.? walaupun sekarang sudah putus
hubungan pertemanan karena satu, dua sebab.! bagaimana menurut pembaca.?
Dunia ini akan lebih tentram harmonis, “Jika masing-masing
dari kita sadar, bahwa diri ini tidak mampu berbuat kebaikan, Lhaa
mending diam menonton aja orang lain berbuat baik, daripada beker beker
menghujat dan mencemooh perbuatan orang,Nah jika kita mampu sadar untuk
diam nonton, mungkin dunia bisa lebih tentram. sebagai
catatan kata KITA yang dimaksud disini, “saya & kamu, kami &
mereka”, jadi kita semua tak terkecuali, termasuk penulis hahaaaaaaaaaa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar